Sabtu, 08 Januari 2011

Cyber_Crime

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.

Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana). Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Mengacu pada kasus - kasus CyberCrime yang tercatat banyak terjadi oleh National Consumer League (NCL) dari Amerika yang cepat atau lambat menular ke Indonesia, sebagai berikut :

1. Penipuan Lelang On-line

a. Cirinya harga sangat rendah (hingga sering sulit dipercayai) untuk produk - produk yang

yang diminati, penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap per -

tanyaan melalui email, menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.

b. Resiko Terburuk adalah pemenang lelang mengirimkan cek atau uang, dan tidak memperoleh

produk atau berbeda dengan produk yang diiklankan dan diinginkan.

c. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah menggunakan agen penampungan pembayaran

(escrow accounts services) seperti www.escrow.com dengan biaya sekitar 5% dari harga

produk. Agen ini akan menyimpan uang Pembeli terlebih dahulu dan mengirimkannya ke Pen-

jual hanya setelah ada konfirmasi dari Pembeli bahwa barang telah diterima dalam kondisi

yang memuaskan.

2. Penipuan Saham On-line

a. Cirinya tiba - tiba Saham Perusahaan meroket tanpa info pendukung yang cukup.

b. Resiko Terburuk adalah tidak ada nilai riil yang mendekati harga saham tersebut, kehilangan

seluruh jumlah investasi dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk menutup kerugian yang

terjadi.

c. Teknik Pengamanan antara lain www.stockdetective.com punya daftar negatif saham - saham.

3. Penipuan Pemasaran Berjenjang On-line

a. Berciri mencari keuntungan dari merekrut anggota, menjual produk atau layanan secara fiktif.

b. Resiko Terburuk adalah ternyata 98% dari investor yang gagal.

c. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah jika menerima junk mail dengan janji yang bom-

bastis, lupakan saja dan hapuslah pesan itu.

4. Penipuan Kartu Kredit (kini sudah menular di Indonesia)

a. Berciri, terjadinya biaya misterius pada tagihan kartu kredit untuk produk atau layanan

Internet yang tidak pernah dipesan oleh kita.

b. Resiko Terburuk adalah korban bisa perlu waktu yang lama untuk melunasinya.

c. Teknik Pengamanan yang disarankan antara lain gunakan mata uang Beenz untuk transaksi

online, atau jasa Escrow, atau jasa Transfer Antar Bank, atau jasa Kirim Uang Western

Union, atau pilih hanya situs - situs terkemuka saja yang telah menggunakan Payment Security

seperti VeriSign.

Landasan Hukum CyberCrime di Indonesia, adalah KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak yang ditimbulkan oleh CyberCrime bisa berakibat sangat fatal. Beberapa indikator penyalahgunaan sarana dan prasarana di Internet, antara lain :

1. Menjamurnya warnet hampir setiap propinsi di tanah air yang dapat digunakan sebagai fasilitas

untuk melakukan tindak kejahatan CyberCrime, disebabkan tidak tertibnnya sistem administrasi

dan penggunaan Internet Protocol/IP Dinamis yang sangat bervariatif.

2. ISP (Internet Service Provider) yang belum mencabut nomor telepon pemanggil yang meng -

gunakan Internet.

3. LAN (Local Area Network) yang mengakses Internet secara bersamaan (sharing), namun

tidak mencatat dalam bentuk log file aktifitas dari masing - masing client jaringan.

4. Akses Internet menggunakan pulsa premium, dimana untuk melakukan akses ke Internet, tidak

perlu tercatat sebagai pelanggan sebuah ISP.

Berbicara mengenai tindak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum. Berdasarkan beberapa pustaka, sebagian besar menyebutkan bahwa pelaku CyberCrime adalah para remaja yang berasal dari keluarga baik - baik, bahkan berotak encer. Hukum positif di Indonesia masih bersifat "lex loci delicti" yang mencakup wilayah, barang bukti, tempat atau fisik kejadian, serta tindakan fisik yang terjadi. Padahal kondisi pelanggaran yang mungkin terjadi di CyberSpace dapat dikatakan sangat bertentangan dengan hukum positif yang ada tersebut.

Dalam CyberCrime, pelaku tampaknya memiliki keunikan tersendiri, secara klasik kejahatan terbagi dua : Blue Collar Crime dan White Collar Crime. Pelaku Blue Collar Crime biasanya dideskripsikan memiliki stereotip, seperti dari kelas social bawah, kurang terdidik, berpenghasilan rendah, dsb. Sedangkan White Collar Crime, para pelaku digambarkan sebaliknya. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi, berpendidikan, dsb. Untuk pelaku CyberCrime, pembagian teoritis demikian tampaknya kurang mengena lagi. Karena dipacu oleh perkembangan teknologi yang pesat, telah menghasilkan komunitas yang lebih kompleks. Dampak dari kehidupan yang semakin kompleks, telah memperlebar celah - celah kriminalitas, maka Polri harus sedini mungkin berperan secara aktif sebagai anggota masyarakat global Cyberspace. CyberPolice merupakan polisi yang dilatih dan ditugaskan untuk menangani kasus - kasus di dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya CyberSpace. Andaikata CyberPolice tidak segera diwujudkan, maka semua kejahatan yang timbul di dunia CyberSpace tidak dapat dijangkau oleh Polri. Beberapa kasus penting yang pernah ditangani Polri dibidang CyberCrime adalah :

1. Cyber Smuggling, adalah laporan pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak pe -

nyelundupan via internet yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum - oknum

tersebut telah mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar - gambar porno di

beberapa perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika Serikat.

2. Pemalsuan Kartu Kredit, adalah laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis

tentang tindak pemalsuan kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.

3. Hacking Situs, adalah hacking beberpa situs, termasuk situs POLRI, yang pelakunya di

identifikasikan ada di wilayah RI.